24 / 04 / 02
Siapa yang tidak tahu bahwa mendapatkan visa Amerika itu sangat sulit? Selain banyaknya berkas yang harus disiapkan, ada juga ketidakpastian hasil di akhirnya.
Visa Amerika memang terkenal sulit didapatkan. Tapi, apa salahnya mencoba, bukan?
Perjalanan untuk memulai proses pengajuan visa Amerika dimulai dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Aku membuka website imigrasi, membaca blog, menonton video di YouTube, mengikuti tutorial, serta mendengarkan berbagai trik dan tips untuk mendapatkan visa tersebut.
Sebenarnya, informasi yang tersedia di website resmi imigrasi Amerika sudah cukup jelas. Dengan membaca dan memahaminya, sudah cukup untuk memulai proses pengajuan visa.
Kalau tidak salah, ada beberapa dokumen utama yang harus disiapkan, seperti formulir DS-160, pas foto, dan biaya pengajuan sebesar 185 USD.
Setelah berdiskusi dengan panitia dan lainnya, aku disarankan untuk mengajukan visa Amerika tipe B1/B2, yang diperuntukkan bagi kunjungan turis atau bisnis. Dari pihak penyelenggara, mereka hanya memberikan surat keterangan seperti Letter of Acceptance (LoA) untuk mengikuti kegiatan ini, yang dilampirkan bersama informasi bahwa aku berada di bawah tanggungan beasiswa.
Sayangnya, biaya pengajuan visa tidak dapat dibantu oleh penyelenggara. Oleh karena itu, aku memutuskan bahwa jika visaku diterima, aku akan ikut kegiatan ini. Namun, jika tidak diterima, maka aku tidak bisa melanjutkan.
Aku membutuhkan sekitar tiga minggu untuk mempersiapkan dokumen dan persyaratan lainnya sebelum mulai mengajukan visa Amerika. Sekitar minggu kedua bulan Maret, aku akhirnya mengajukan permohonan visa tersebut.
Setelah melengkapi semua dokumen dan membayar biaya pengajuan, setiap pemohon diwajibkan untuk mengikuti wawancara pengajuan visa di kantor kedutaan Amerika terdekat.
For your information, sebelumnya aku sudah melakukan riset terkait hal ini. Karena aku sedang berada di Uni Emirat Arab, kantor kedutaan terdekat adalah di Dubai atau Abu Dhabi. Namun, saat itu, antrian di kedua tempat tersebut sangat panjang, bahkan bisa sampai tahun berikutnya untuk mendapatkan jadwal wawancara.
Akhirnya, aku memutuskan untuk mencoba di tempat lain.
Setelah mencari informasi dan bertanya kepada pihak imigrasi, aku memutuskan untuk mengikuti wawancara visa di Jeddah, Arab Saudi. Kebetulan, aku memang sudah berencana untuk pergi umroh pada bulan Ramadan tahun ini.
Singkat cerita, aku menyempatkan diri untuk mengikuti wawancara visa di Kedutaan Amerika yang ada di Jeddah. Aku berangkat setelah subuh dari Masjidil Haram di Mekkah menggunakan bus menuju bandara Jeddah, lalu melanjutkan perjalanan dengan taksi ke Kedutaan Amerika.
Sesampainya di depan kedutaan, suasana cukup mencekam. Rasa deg-degan tidak dapat kami hindari. Iya, kami, karena aku bersama beberapa orang lainnya yang juga mengajukan visa Amerika.
Kalau diingat kembali, aku tiba di kedutaan sekitar pukul 9 pagi dan jadwal wawancaraku adalah pukul 09.15.
Aku masuk ke antrian di depan pintu masuk kedutaan. Setelah diperiksa jadwal janji temu (appointment), aku akhirnya diizinkan masuk ke ruang pemeriksaan. Di sana, seluruh badan diperiksa, dan barang bawaan tidak diizinkan masuk kecuali berkas pendukung.
Memasuki ruang tunggu sebelum bilik wawancara, rasa panik mulai mendera. Ini adalah pengalaman pertamaku menjalani wawancara visa Amerika, dan aku benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi.
Saat tiba di bilik wawancara, seorang pria berusia sekitar 35 tahun menyapa dengan tegas dan mulai memberikan beberapa pertanyaan.
Kurang lebih ia bertanya, "Apa tujuan kamu ke Amerika? Kapan? dan Mau ke mana?"
Aku menjawab dengan singkat, meski sedikit terbata-bata karena kemampuan bahasa Inggrisku terbatas dan rasa panik yang masih menguasai. Sebelumnya, aku sudah menyiapkan beberapa jawaban sebagai gambaran, tetapi tetap saja hanya jawaban singkat yang berhasil keluar.
Ia melanjutkan dengan pertanyaan lainnya: "Kegiatan apa? Apakah kamu sudah pernah ke Amerika? Negara mana saja yang pernah kamu kunjungi?"
Semua pertanyaan ini masih bisa aku jawab dengan baik.
Hingga akhirnya, ia bertanya: "Apa kesibukan kamu saat ini? Kuliah di mana dan jurusan apa?"
Aku menjawab dengan jujur bahwa saat ini aku sedang kuliah mengambil jurusan Islamic Studies—singkat saja. Petugas tersebut diam sejenak, seolah sudah memutuskan.
Beberapa detik kemudian, ia menyerahkan selembar kertas penolakan.
"Pengajuan visa Anda belum diterima."
Aku terdiam. Bingung, tanpa kata, tanpa ekspresi, dan tanpa emosi. Aku keluar dari ruangan tersebut dan meninggalkan kedutaan sekitar pukul 09.45. Dalam hati, aku menertawakan diriku sendiri—_"Ternyata belum diterima."_
Tanpa berpikir lama, aku langsung kembali ke Mekkah untuk melanjutkan rangkaian ibadah umroh. Apalagi saat ini adalah bulan yang suci, Bulan Ramadhan.
Aku memutuskan untuk melupakan apa yang telah terjadi dan fokus menata hati, kembali mendekat kepada Sang Ilahi.