24 / 02 / 18
Kalau dipikir-pikir lagi, bagaimana rasanya trekking dan camping selama 13 hari di tengah hutan, di negara yang baru pertama kali aku singgahi, bersama teman-teman baru dari berbagai latar belakang?
Itulah yang pertama kali terlintas di pikiranku ketika mendengar dan mulai mendaftar kegiatan ini.
Tidak butuh waktu lama untuk melengkapi berkas persyaratan dan menjawab beberapa pertanyaan di formulir pendaftaran. Akhirnya, aku berhasil mendaftar kegiatan ini.
Selanjutnya, biarlah waktu yang menjawab, karena aku juga belum memutuskan apakah akan mengambil kelas musim panas atau tidak.
Sekitar dua minggu setelah mengisi formulir pendaftaran, akhirnya aku menerima email konfirmasi keikutsertaan sekaligus permintaan informasi tentang kebutuhan beasiswa yang diperlukan.
Sebenarnya, aku masih bimbang, apakah akan melanjutkan atau tidak, terutama karena candaan teman-temanku yang terus menakut-nakuti tentang hal-hal buruk yang mungkin terjadi di tengah hutan nanti.
Untuk mengonfirmasi keikutsertaan ini, aku diberikan waktu sekitar dua minggu untuk berpikir, apakah akan mengambil kesempatan ini atau tidak.
Setelah mempertimbangkan dan mencoba meyakinkan diri, akhirnya aku memutuskan untuk terus melanjutkan. Aku mengajukan permohonan beasiswa penuh agar semua biaya dapat ditanggung, mengingat program ini menggunakan sistem need-based scholarship.
Satu minggu kemudian, aku menerima email pengumuman, dan hasilnya... aplikasi pendaftaran serta pengajuan beasiswaku diterima! Alhamdulillah, meskipun aku masih bingung tentang langkah selanjutnya.
Beberapa hari setelah pengumuman tersebut, aku menerima email lain untuk menghadiri meeting pengenalan terkait program. Rasanya cukup tegang karena kemampuan bahasa Inggrisku tidak terlalu baik—hanya sebatas untuk percakapan sehari-hari saja.
Saat meeting berlangsung, kami diberikan pengarahan dan informasi awal tentang program. Ada juga sesi diskusi, salah satunya mengenai pengalaman peserta dalam mendaki gunung atau kegiatan serupa.
Tentu saja aku menjawab bahwa aku memiliki beberapa pengalaman trekking dan camping. Saat mondok dulu, aku aktif di kegiatan pramuka dan sempat mendaki beberapa gunung di Indonesia.
Ternyata, suasananya tidak seseram yang kubayangkan. Semua panitia terbuka dan menyambut seluruh peserta dengan hangat. By the way, saat itu hanya beberapa orang dari berbagai negara yang mengikuti meeting, dan belum ada kepastian tentang siapa saja yang akan berangkat ke Amerika nanti.
Sampai di titik ini, sebenarnya tidak ada masalah berarti untuk mengikuti kegiatan ini. Semua kebutuhan dikomunikasikan melalui email, mulai dari formulir persetujuan, meeting dengan crew member, daftar perlengkapan yang harus dibawa saat mendaki, hingga tiket pesawat dan pengurusan visa.
Namun, di sinilah aku mulai berpikir lebih serius tentang langkah selanjutnya.
Apakah aku akan mempersiapkan segala kebutuhannya atau justru memutuskan untuk mengundurkan diri? Apalagi, saat itu aku masih belum memutuskan apakah akan mengambil kelas musim panas atau tidak.
Salah satu kebutuhan terpenting agar bisa ikut kegiatan ini adalah visa masuk Amerika Serikat, yang terkenal cukup sulit didapatkan. Maka, aku memutuskan: jika visaku diterima, aku akan lanjut. Namun, jika tidak, maka aku akan mundur dari kegiatan ini.
Dengan keputusan itu, langkah selanjutnya adalah mengurus visa masuk Amerika Serikat.