24 / 06 / 22

Berangkat Memecah Samudra Dari Udara - US #6

Bagaimana rasanya menunggu-nunggu kesempatan yang sudah kita usahakan sebelumnya? Sangat excited, bukan?

Kesempatan yang tersedia bertebaran di luar sana. Apabila dibarengi dengan kemampuan diri untuk mengambil kesempatan tersebut, maka keberhasilan akan datang untuk melengkapinya.


Siang ini, aku baru saja menginjakkan kaki di Jakarta setelah hiruk-pikuk perjalanan pulang kemarin dari Toraja Utara. Perjalanan yang cukup mengesankan, tapi masih ada perjalanan lain yang menunggu selanjutnya.

Tanpa menunggu lama, aku meninggalkan bandara dan kembali pulang ke rumah di Bogor menggunakan angkutan umum bus Damri. Tidak banyak waktu tersisa—setelah magrib, aku harus kembali lagi ke bandara ini untuk memulai perjalanan ke Amerika.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku sempatkan istirahat sejenak di dalam bus, mencoba tidur walaupun hanya sebentar. Badan dan pikiranku sudah cukup lelah setelah seharian penuh aktivitas. Bus terus melaju menuju tempat tujuanku.

Sekitar dua jam perjalanan menuju Cibinong, aku berhenti di sebuah pusat perbelanjaan untuk bertemu keluargaku. Kami makan bersama sambil aku menceritakan apa saja yang telah terjadi selama perjalananku. Walaupun singkat, momen itu sangat bermakna.

Menjelang sore, aku akhirnya sampai di rumah. Tidak ada waktu untuk bersantai. Aku segera bergegas menyiapkan seluruh perlengkapan dan kebutuhan untuk perjalanan berikutnya. Karena aku sebelumnya memutuskan untuk menjadwalkan ulang kepulanganku dari Toraja, waktu untuk persiapan sangat sempit, bahkan untuk sekadar istirahat. Aku langsung mandi, bersih-bersih, dan kembali bersiap.

Setelah melaksanakan salat magrib, aku meninggalkan rumah, diantar oleh keluargaku. Meskipun singkat, menghabiskan waktu bersama mereka selalu berharga.

Sesampainya di bandara, semua temanku sudah tiba terlebih dahulu. Kali ini, kami akan berangkat bersama: aku dan tiga teman Indonesia lainnya. Salah satu teman baru yang pertama kali aku temui berasal dari Papua, panggil saja dia Boby. Dua lainnya adalah teman-teman kampusku.

Perjalanan kali ini benar-benar akan segera dimulai.


Setelah check-in bagasi dan proses lainnya, kali ini aku memegang dua tiket boarding pass. Seperti yang telah kuceritakan sebelumnya, kami akan menggunakan Japan Airlines. Tujuan utama kami adalah San Francisco, California, Amerika Serikat, dengan transit terlebih dahulu di Tokyo, Jepang, selama kurang lebih sembilan jam.

Pesawat akan segera berangkat. Aku berpamitan dengan keluarga di depan pintu keberangkatan internasional, pintu yang penuh cerita dan haru bagiku. Perjalanan kali ini membuat orang tuaku sedikit khawatir, apalagi mengingat aku akan ke Amerika. Setelah beberapa saat, kami pun masuk ke area keberangkatan.

Keberangkatan pertama kami adalah menuju Bandara Tokyo Narita, Jepang, dengan waktu perjalanan sekitar delapan jam. Ini adalah pengalaman pertamaku menggunakan Japan Airlines, salah satu maskapai yang cukup premium.

Walaupun kami duduk di kelas ekonomi, pengalaman ini sangat mengesankan. Yang paling membuatku kagum adalah menu makanannya—kami bahkan diberikan es krim di pesawat! Rasanya jarang-jarang makan es krim di atas pesawat, hehe. Selain itu, minuman yang disediakan tiada henti membuat kami penasaran untuk mencicipinya satu per satu.

Sinar matahari pagi mulai masuk melalui celah jendela pesawat, menandakan kami akan segera tiba. Sekitar pukul tujuh pagi, pesawat perlahan mendarat di Bandara Tokyo Narita. Yeay, akhirnya sampai juga!

Selamat datang di Jepang~

Cerita menarik dan menegangkan selama transit sembilan jam di Jepang akan kuceritakan di postingan khusus di sini: Jepang dan Waktu Yang Terus Berjalan


"Alhamdulillah, masih diberi keamanan dan keselamatan," ujarku dalam hati ketika pesawat mulai lepas landas.

Perjalanan selanjutnya membawa kami menuju San Francisco, California, Amerika Serikat. Kami masih menggunakan maskapai yang sama, yaitu Japan Airlines, untuk penerbangan kali ini. Waktu perjalanan yang akan ditempuh kurang lebih sembilan jam di udara.

Ketika pesawat sudah mencapai posisi stabil, aku pun mencoba menutup mata. Penerbangan kali ini berlangsung pada malam hari, sehingga lampu kabin segera dipadamkan. Namun sebelum itu, hidangan makan malam disajikan terlebih dahulu. Bagiku, makanan yang disediakan masih cukup enak. Seperti sebelumnya, es krim dan minuman tambahan menjadi penutup yang sempurna.

Saat melihat peta di layar penerbangan, aku cukup terkejut. Bagaimana tidak, jalur penerbangan ini sepenuhnya melewati lautan, memecah samudra dari atas udara.

Ribuan kilometer ditempuh dengan ketinggian tiga puluh ribu kaki di atas permukaan laut. Aku berdoa dalam hati, semoga perjalanan kali ini lancar dan selamat.

Jika dihitung secara keseluruhan, penerbangan kami dari Jakarta menuju San Francisco memakan waktu kurang lebih enam belas jam di udara. Ditambah dengan waktu transit selama sembilan jam di Tokyo, Jepang, total perjalanan kali ini membutuhkan waktu sekitar dua puluh lima jam hingga tiba di tujuan.

Jam tidurku benar-benar berantakan. Badanku sudah terasa sangat lelah, apalagi mengingat aku belum sempat istirahat sama sekali sejak perjalanan pulang dari Toraja Utara.

Sekali lagi, aku memaksakan diriku untuk terlelap dan beristirahat.


Dari lautan bintang malam, kini berganti menjadi secercah cahaya cemerlang. Pancaran matahari terbit perlahan mencoba masuk melalui celah-celah jendela pesawat yang kurang rapat. Kami semua terlelap, masih ada empat jam lagi sebelum tiba di tujuan.

Entahlah, zona waktu mana yang seharusnya aku gunakan—waktu Jakarta, Tokyo, atau San Francisco? Masing-masing memiliki perbedaan yang membingungkan, membuatku merasa berada di antara dimensi waktu yang berlapis.

Layar di depan menunjukkan pukul sebelas siang ketika pesawat mulai bersiap untuk pendaratan. Yeayy, akhirnya kami tiba! Selamat datang di San Francisco, California, Amerika Serikat~

Dengan penuh semangat dan penasaran yang membara, kami turun dari pesawat. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di negeri Paman Sam. Sebelum melanjutkan langkah, aku sempat mengabadikan momen kedatangan kami dengan berfoto ria. Setelah itu, perjalanan kami berlanjut menuju pintu imigrasi.

Ketika mulai mengantre untuk pemeriksaan imigrasi, rasa panik tiba-tiba menyeruak. Ketatnya prosedur imigrasi Amerika memang sudah terkenal, bahkan bagi pendatang yang telah memiliki visa resmi. Kami adalah salah satu rombongan terakhir dalam antrean.

Dengan percaya diri, kuberikan paspor dan visa Amerika kepada petugas. Ia memeriksa dokumenku dengan teliti, lalu bertanya dengan tegas, "Apa tujuan Anda datang ke Amerika?"

Aku menjelaskan maksud dan tujuanku mengikuti kegiatan Youth Leadership Summit. Namun, petugas tampak ragu dan meminta detail lebih lanjut mengenai kegiatan tersebut.

Saat itu, aku tidak membawa surat keterangan undangan dalam bentuk cetak, hanya menyimpannya di ponsel. Aku mencoba menunjukkan undangan itu melalui layar ponsel, tetapi petugas belum cukup puas. Beruntung salah satu teman kami membawa salinan undangan tersebut dalam bentuk fisik. Setelah diperiksa, petugas akhirnya mengizinkan kami masuk.

Meski tegas, petugas imigrasi di sini sebenarnya cukup ramah. Mereka hanya ingin memastikan setiap pendatang memiliki tujuan yang jelas untuk memasuki wilayah Amerika Serikat.

Akhirnya, kami tiba di area pengambilan bagasi. Hanya koper kami yang tersisa di putaran conveyor belt. Dengan penuh rasa syukur dan lega, aku mengucapkan dalam hati: Welcome to San Francisco!


[Next] Rasanya Seperti Kehidupan di Film - US #7

[Before] Keyakinan Datang Dari Rumah Sendiri - US #5